Sehat itu memang mahal, tak satupun dari kita ingin
sakit. Namun sayang, keinginan itu acap
tak dibarengi dengan usaha dan tekad yang kuat untuk menjaga kesehatan. Kita acap abai pada hak-hak tubuh. Saat dimana harusnya tubuh beristirahat, kita
masih saja bekerja. Saat organ kita
harusnya rehat sejenak dari tugasnya, kita tetap saja mengabaikannya dan asik
dengan aktivitas. Akibatnya ibarat
sebuah mesin, maka organ-organ tersebut sedikit demi sedikit menjadi aus,
sehingga fungsinya tidak lagi berjalan dengan sempurna.
Apakah yang dimaksud?
Tubuh dalam
manusia terdiri dari berbagai organ yang berfungsi untuk melakukan
metabolisme. Ada jantung yang bertugas
memompa darah, ada ginjal, ada hati, pankreas, usus, umbai cacing, limpa, dan
empedu. Semuanya bekerja secara selaras di dalam tubuh manusia. Biasanya saat malam hari adalah saat dimana
organ-organ tersebut harusnya beristirahat.
Namun terkadang tuntutan pekerjaan membuat kita harus berjuang menahan
rasa kantuk demi mengerjakan tugas – tugas kantor yang belum selesai. Saat – saat seperti ini umumnya kita
membutuhkan aneka camilan dan minuman.
Proses pencernaan pun dimulai.
Seluruh organ pencernaan mau tidak mau harus bekerja untuk mencerna
makanan yang masuk.
Pola hidup seperti ini sangat tidak baik untuk
kesehatan tubuh. Ini sama saja kita
mengambil hak tubuh untuk beristirahat.
Bila berlangsung secara terus menerus, maka organ tersebut akan
kelelahan dan rusak. Akhirnya,
terdamparlah tubuh kita di sebuah ruangan yang bernama bangsal. Berjuang
menjadi salah satu pasien di rumah sakit.
Anda Tidak Mau Seperti inikan?
Kok Rumah Sakit, Tempat Apakah Itu?
Seperti namanya” Rumah Sakit”, tempat ini adalah
sebuah bangunan dimana orang – orang sakit
bermukim sementara. Mereka mendapatkan
pelayanan kesehatan sesuai kebutuhannya disini.
Mereka hidup dalam perawatan tenaga medis yaitu dokter dan para perawat.
Wow! Enak dong dilayani.
Ini dia Kamar Perawatan Orang Sakit
Mendapat Pelayanan Kelas Satu
Jangan salah, meski hidup di rumah sakit penuh
pelayanan, tak satu pasienpun berharap bisa kembali ke tempat ini, karena
kebebasan mereka disini terpasung sementara.
Keberadaan infus akan membatasi gerak tubuh, belum lagi banyaknya
obat-obatan yang harus dimasukkan ke dalam tubuh kita, sakit karena tusukan
jarum dan makanan yang konon rata – rata berasa hambar. Namun ada juga rumah sakit yang menyediakan
menu-menu sekelas hotel bintang lima.
Bicara tentan menu artinya kita akan bicara tentang dapur. Apakah setiap
rumah sakit memiliki dapur?
Rumah Sakit Wajib Punya Dapur!
Tak semua rumah sakit yang ada di Indonesia memiliki
dapur. Mengapa demikian?
Dapur dalam sebuah rumah sakit membutuhkan space khusus dan sarana penunjangnya. Terkadang keterbatasan ruangan menyebabkan
pihak manajemen meniadakan ruang ini dan menjalin kerjasama dengan salah satu
pengelola catering yang ada di kota itu.
Tentu saja ada kriterianya. Tak
sembarang usaha catering bisa masuk dan memenangkan proyek pengadaan menu di
rumah sakit. Catering yang bisa bermain
adalah catering yang memiliki seorang ahli gizi, sebab menu untuk orang sakit
harus ditakar sesuai kebutuhan gizi dan dietnya.
Namun, berdasarkan pengamatan di lapangan, pengadaaan menu dengan memanfaatkan jasa
catering ini pun masih ada kelemahannya, yaitu:
1. Lokasi
catering yang dipisahkan jarak menyebabkan pihak rumah sakit tidak bisa cepat
tanggap saat pasien membutuhkan menu – menu diet khusus seperti diet rendah
lemak misalnya
2. Sulit
melakukan kontrol
3. Terkadang menu disajikan sudah dalam keadaan
dingin (tentu saja hal ini akan membuat selera makan hilang dan tidak enak di
perut)
Ada satu kejadian saat saya harus terbaring di rumah
sakit dengan diagnosa radang pada saluran empedu sehingga dokter mewajibkan
saya untuk diet rendah lemak. Artinya
makanan yang saya makan harus rendah lemak.
Tidak menggunakan minyak dalam memasak, tidak mengandung margarin, keju,
susu, santan dan kuning telur. Sebagai
seorang pasien tentu saja tak sembarang makanan dari luar boleh saya
konsumsi. Alhasil saya bergantung pada
menu yang disajikan oleh rumah sakit.
Namun ternyata hampir setiap menu yang disajikan
dimasak menggunakan minyak dan bahan-bahan yang terlarang saya konsumsi. Saat saya menyampaikan itu petugas pengantar
makanan bilang, adanya hanya itu, kalau ibu tidak boleh makan biar buat yang
nunggu saja!
Hmm menarik sekali jawabannya, lalu saya makan apa? Mencari
menu diet rendah lemak di luar rumah sakit tentu bukan hal mudah. Kebersihannya juga tidak terjamin, padahal
kondisi kesehatan saya saat itu tidak baik. Inilah titik kelemahan bila sebuah
rumah sakit tidak memiliki dapur! Dia tidak bisa menyiapkan makanan sesuai
standar kesehatan pasiennya, padahal kesalahan dalam pemberian makanan dapat
berakibat fatal pada pasien.
Sebuah rumah sakit yang memiliki dapur selalu
melakukan pendataan tentang menu-menu apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan
oleh pasien. Umumnya pelayanan seperti
ini diberikan oleh rumah-rumah sakit swasta yang cukup besar. Petugas layanan gizi akan mendata setiap pagi
dan sore menu apa saja yang diinginkan pasien.
Tentu saja menu-menu tersebut dipilih dari daftar menu yang mereka
sediakan. Perubahan diet yang
sewaktu-waktu tersaji tetap bisa di atasi dengan adanya dapur di dalam sebuah
rumah sakit.
Kondisi pasien yang berbeda tentu saja mengharuskan
pihak layanan gizi menyediakan menu yang berbeda beda dalam jumlah sedikit, dan
hal ini sulit dilakukan oleh catering!
Sebab kesepakatan menu dengan pihak catering dilakukan secara berkala
bukan harian. Inilah dasar kenapa saya
katakan bahwa sebuah rumah sakit wajib memiliki dapur sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar