Mengabdi bersama negeri merupakan panggilan
hati. Entah mengapa aku acap tergoda
untuk kembali ke masyarakat, mengabdi dan berbagi. Itulah sebabnya saat
kesempatan itu datang aku menyambutnya dengan suka cita. Tak kupedulikan besar biaya yang harus keluar
nantinya, asal raga ini mampu menjamah bumi Nya. Hari demi hari kian berganti, semakin dekat
dan dekat dengan masa berbakti. Program, harapan dan angan pun tersusun
sempurna tuk sebuah hari yang telah lama dinanti.
“Aku ingin berbagi, tentang bagaimana suka duka
seorang koki, seorang entrepreneur yang berkarya di sebuah ruang bernama ‘Dapur’”,
begitulah celotehku saat itu. Saat kami
bertemu tuk kali pertama sebagai sebuah team kecil. Merancang sebuah program pengmasy yang akan
kami lakukan, bermain bersama adik-adik di nusa penida, serta bernyanyi dan
menari.
Tiba-tiba semua harus berubah. Ada satu kondisi yang
menahanku pergi. Ada dua buah hati yang
menatapku dengan tatapan seolah sendu.
Ya, Sang kekasih terpaksa pergi di saat yang sama dengan kegiatan Kelas
Inspirasi. Lalu siapakah yang akan
menemani mereka? Jauh sanak kadang membuatku tak bisa memilih. Impianku
mengabdi bersama relawan Kelas Inspirasi Bali harus kandas demi sang buah hati.
Aku adalah seorang ibu. Di pundakku ada tanggungjawab besar tuk
mendidik dan menjaga buah hati. Mereka lah
anak didik yang utama, dan akan
kupertanggungjawabkan di akherat nanti.
Itulah peranku sebagai guru yang sesungguhnya. Lalu pantaskah aku disebut guru, bila ku telantarkan
buah hati hanya untuk sebuah ambisi yang berasal dari hati? Ingin mengabdi namun abai terhadap
tanggungjawab sendiri? Tidak! Hatiku
berontak. Mengabdi pada negeri dan mengabdi pada keluarga sama mulianya. Selama nafas berhembus kesempatan mengabdi
dan berbagi kan selalu ada. Bila tidak
kali ini, mungkin esok nanti aku bisa membawa jagoanku serta, turun ke desa tuk
berbakti pada ibu pertiwi.
Kupandangi kepergian teamku dari layar kaca 4,5 inci
yang kugenggam. Kuikuti setiap
perkembangan yang terjadi di lokasi. Ada
haru, ada bahagia melihat bagaimana mereka berbagi tentang profesi. Ada
sekelumit rasa iri, karena aku tak bisa turut serta, tapi aku sungguh bangga
pada mereka relawan Kelas Inspirasi Bali.
Datang dari penjuru nusantara untuk berbagi, tanpa salary, tanpa
fasilitas tanpa tunjangan akomodasi hanya demi melukis harapan di hati anak
negeri Nusa Penida. Teruslah
menginspirasi sahabatku, hingga tak ada lagi anak yang berhenti bermimpi. Aku akan mengabdi dari sini di atap sebuah
pasar Adat Tiara Grosir Bali. Doa ku
selalu untuk kalian para pejuang mimpi.
Kudengar celoteh riang seorang relawan, bagaimana
bahagianya anak-anak SDN Kutampi
menyambut sang pejuang mimpi.
Kudengar ungkapan hati Biyang Mangku tentang bahagianya
melihat kepedulian para anak muda relawan Kelas Inspirasi terhadap generasi
penerus bangsa.
Suster Ranti dan siswi SD Kutampi 2 Nusa Penida (Foto Milik Kak Imran)
Keseruan Kak Imran Cumi Bersama Siswanya (foto milik Kak Imran)
Suster Ranti dan siswi SD Kutampi 2 Nusa Penida (Foto Milik Kak Imran)
Keseruan Kak Imran Cumi Bersama Siswanya (foto milik Kak Imran)
Kulihat ketulusan dan cinta suster Ranti yang
membantu mengikat tali sepatu seorang pelajar layaknya seorang ibu. Ah...kalian
memang betul-betul menginspirasi.
Biarlah sang relawan yang tertinggal ini mengabdi di sini melukis mimpi
anak-anak buruh suwun Pasar Tiara Grosir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar