Sepoi angin yang berhembus di senja yang mulai temaram terasa begitu dingin. Sedingin hatiku yang kini kelabu. Sementara lembayung senja masih menampakkan sinarnya yang keemasan.
Begitu cantik, menyiratkan
kemewahan...sungguh elegan.
Senja itu... aku duduk di tepi
pantai yang terlihat mulai sepi.
Bertemankan dingin dan suara
binatang malam. Tampak perahu nelayan
yang berjejer di tepi pantai yang sepi pengunjung. Yah ini adalah kali kedua aku mengunjungi
pantai ini. Entah kenapa, senja di
pantai ini meninggalkan kesan mendalam bagiku.
Begitu tenang... menyiratkan kedamaian.
Masih jelas kusaksikan matahari
senja yang melangkah pergi. Tenggelam di
batas cakrawala. Tak ada lagi pengunjung
yang berlalu lalang. Apalagi wisatawan
asing yang merebahkan diri di pantai yang penuh hamparan pasir dan pecahan
karang. Hmm...Pantai ini memang sepi di
waktu senja. Justru karena itulah aku
sangat menyukainya. Damai.
Usai mengantar mentari ke
peraduannya, kulangkahkan kakiku menuju sebuah warung kopi di tepi pantai. Dimana para nelayan duduk menghangatkan badan
dengan segelas kopi hitam. Mengusir
kantuk yang mulai menghampiri. Seorang
nelayan menyapaku ramah,”kok sendirian, Mba?”.
“Iya,
Cak. Kebetulan lagi ingin sendiri”
jawabku pendek sambil melemparkan sebuah senyuman. “Teh hangat satu, Bu!” pintaku pada pemilik
warung. Udara pantai yang dingin seperti
ini memang paling enak ditemani semangkuk mie rebus pedas dan segelas teh manis
hangat. Cukup untuk membuat tubuh
berkeringat dan melepas sedikit penat yang bergelayut manja.
Para nelayan di pantai ini sangat
baik dan ramah. Biasanya mereka mulai
bersiap untuk pergi melaut pada saat senja menjelang. Seperti senja ini, meski air pasang mulai
memenuhi tepian mereka tak punya pilihan selain melaut. Masyarakat nelayan di pantai ini memang belum
semaju masyarakat kota, namun justru kesederhanaan mereka yang membuat mereka
spesial. Masyarakat yang masih memiliki kesadaran
sosial yang tinggi. Bahu membahu
mengatasi masalah yang ada di desanya.
Ah, kalian membuatku malu hati. Keterbatasan yang kalian miliki tak membuat
kalian malas ataupun patah arang, sedangkan aku? Sedikit duri yang menancap dalam hidupku
mampu membuatku hancur seperti ini. Oh,
betapa rapuhnya aku. Mengaku tegar dan
tahan banting, tapi ternyata...tepekur di ujung senja. Senja di pantai ini tidak hanya meninggalkan
kerinduan,...kali ini disinilah sekolah kehidupan terbaik yang kutemui dalam
perjalanan kehidupanku. Bentang ilmu
yang tiada habis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar